Pemerintah berencana untuk menarik utang baru sebesar Rp 775,86 triliun pada tahun 2025, naik sebesar Rp 27,76 triliun atau sekitar 19,7 persen dibandingkan dengan target tahun ini yang sebesar Rp 648,1 triliun. Rencana penarikan utang ini tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025.
Dalam dokumen tersebut, terdapat rincian bahwa penarikan utang akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 642,56 triliun dan pinjaman sebesar Rp 133,30 triliun. Komposisi utang pemerintah tahun depan didominasi oleh SBN sebesar 82,8 persen dan pinjaman sebesar 17,2 persen.
Penarikan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 11,77 triliun akan digunakan untuk membayar cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar Rp 6,60 triliun, sementara penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp 216,49 triliun akan digunakan untuk membayar cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp 88,36 triliun.
Pemerintah juga akan melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebanyak 24 kali lelang setiap tahun. Selain itu, pemerintah sedang mengembangkan SBN ritel dan SBN valuta asing.
Untuk penarikan utang di tahun depan, pemerintah berencana melakukan prefunding SBN valas pada Kuartal IV 2024. Pemerintah juga melihat kesempatan yang baik untuk menarik SBN valas akhir tahun ini karena kondisi pasar yang baik dan suku bunga yang mulai turun.
Selain itu, pemerintah akan mengambil pinjaman luar negeri sebesar Rp 128,1 triliun dan pinjaman dalam negeri. Pinjaman luar negeri ini akan digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang, sementara pinjaman kegiatan akan digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu yang mendukung prioritas nasional.
Pemerintah akan terus memastikan pembiayaan melalui utang terjaga on track dan antisipatif, serta dikelola secara terukur dengan mempertimbangkan likuiditas, outlook pembiayaan, dan dinamika pasar keuangan global.