Rusia akhirnya mengungkap alasan di balik jatuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah. Menurut Moskow, Amerika Serikat (AS) berkontribusi besar dalam tumbangnya kekuasaan Assad. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan penyebab utama tumbangnya rezim sekutu Moskow itu adalah kehadiran militer AS di provinsi-provinsi kaya minyak Suriah serta sanksi ekonomi yang melumpuhkan yang diberlakukan selama bertahun-tahun.
Kelompok oposisi bersenjata yang dipimpin oleh Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) melancarkan serangan mendadak pada akhir November, mengambil alih sebagian besar wilayah Suriah dan merebut ibu kota, Damaskus, dalam hitungan hari. Pasukan pemerintah Assad tidak memberikan perlawanan sama sekali, dan Assad beserta keluarganya melarikan diri ke Rusia, tempat mereka diberikan suaka.
Dalam wawancara dengan kantor berita TASS pada hari Senin (30/12/2024), Lavrov mengatakan: “Salah satu alasan memburuknya situasi adalah ketidakmampuan mantan pemimpin untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk di tengah konflik sipil yang berkepanjangan.” “Sebagian besar kesalahan atas hal ini terletak pada Washington, yang secara de facto telah menduduki wilayah timur laut Suriah yang paling kaya sumber daya, dan juga memberikan tekanan sanksi yang serius terhadap Damaskus,” kata diplomat tersebut.
Dia mengeklaim bahwa “pencekikan” ekonomi oleh Washington ini telah mengakibatkan ketidakpuasan di antara penduduk Suriah. Menurut Lavrov, menghadapi kondisi ekonomi yang buruk, pemerintah Assad harus menerapkan tindakan yang tidak populer, yang pada gilirannya mengakibatkan protes. Sementara Moskow telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada Damaskus, mantan penguasa tersebut gagal terlibat dalam dialog yang berarti dengan oposisi dan negara-negara tetangga.
Militer AS telah hadir di Suriah sejak awal tahun 2014, dengan tujuan yang dinyatakan untuk memerangi teroris Islamic State (IS) yang sebelumnya bernama ISIS. Pemerintah Assad secara konsisten mengecam kontingen Amerika sebagai penjajah, menuduh Washington mencuri sumber daya alam.
Minggu lalu, Pentagon mengungkapkan bahwa mereka memiliki sekitar 2.000 personel militer yang ditempatkan di pangkalan-pangkalannya di negara Timur Tengah tersebut, naik dari angka yang dilaporkan sebelumnya yaitu 900 personel. Rusia juga mempertahankan kehadiran militernya di Suriah, mengoperasikan pangkalan-pangkalan di Khmeimim dan Tartus.
Pada tahun 2017, Moskow dan Damaskus sepakat untuk menempatkan pasukan Rusia di sana selama 49 tahun. Lavrov mengatakan dengan berakhirnya pemerintahan Assad, Rusia siap untuk membahas masa depan instalasi militernya dengan otoritas baru, setelah masa transisi yang dinyatakan hingga 1 Maret 2025 berakhir.
Awal bulan ini, dia mengonfirmasi bahwa Rusia terus berhubungan dengan pemerintahan sementara baru di Damaskus guna menjamin keselamatan warga negara Rusia dan kedutaan besar di negara tersebut.