Radio Kan Reshet Bet Israel melaporkan bahwa Mesir menolak menerima 20 warga Palestina yang dibebaskan dalam kesepakatan gencatan senjata. Beberapa dari mereka telah menjalani hukuman seumur hidup di penjara Israel sebelum dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan antara pemerintah pendudukan Israel dan Hamas.
Menurut laporan stasiun radio publik Israel itu, para tahanan tersebut telah menunggu di Rumah Sakit Eropa di Khan Yunis, Gaza, sejak pembebasan mereka sekitar sepekan yang lalu. Mereka dibebaskan sebagai bagian dari gelombang ketiga dalam fase pertama perjanjian gencatan senjata, bersama dengan pembebasan tawanan Israel Agam Berger, Arbel Yehud, dan Gadi Moshe Moses.
Awalnya, mereka direncanakan untuk dipindahkan ke luar negeri. Sejauh ini, Israel telah mendeportasi sekitar 100 warga Palestina, dengan Mesir bertindak sebagai titik transit berdasarkan perannya sebagai mediator perjanjian gencatan senjata. Namun, Kairo menyatakan bahwa warga Palestina yang sudah berada di wilayahnya harus dipindahkan sebelum yang lain diterima.
Menurut sumber anonim yang dikutip oleh Kan Reshet Bet, 15 warga Palestina telah dipindahkan dari Mesir ke Turki pekan ini. Salah satu yang masih berada di Gaza adalah Mohammed Abu Warda, yang menjalani hukuman seumur hidup selama 48 tahun, jumlah hukuman seumur hidup tertinggi di antara mereka yang dibebaskan sejauh ini.
Israel menuduh Abu Warda terlibat dalam operasi yang dipimpin Hamas pada tahun 1990-an, termasuk dua pemboman bus di Rute 18 Yerusalem pada tahun 1996 yang menewaskan 44 warga Israel. Kelompok tersebut juga mencakup Sami Jaradat dari Jihad Islam, yang diduga sebagai salah satu dalang di balik serangan restoran Maxim pada tahun 2003 yang mengakibatkan kematian 21 warga Israel.
Meskipun demikian, upaya untuk memindahkan warga Palestina yang dibebaskan masih terus dilakukan, meskipun ada beberapa kendala yang dihadapi. Hal ini menunjukkan kompleksitas situasi di Timur Tengah, di mana perjanjian gencatan senjata menjadi langkah awal menuju perdamaian yang lebih luas di wilayah tersebut.
Dengan demikian, proses pembebasan tahanan dan pemindahan mereka ke negara-negara tertentu menjadi tantangan tersendiri bagi pihak-pihak yang terlibat. Meski begitu, upaya untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut tetap menjadi prioritas utama bagi semua pihak yang terlibat.
Dengan demikian, situasi ini memperlihatkan betapa pentingnya kerjasama antara negara-negara di wilayah tersebut dalam mencari solusi bagi konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Semoga langkah-langkah yang diambil dapat membawa kedamaian dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.