Jadi, kasus korupsi pengadaan truk Basarnas yang cukup besar ini tengah jadi sorotan. Tiga orang yang terlibat, yaitu Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono, dan William Widarta, dituduh telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 20,4 miliar. Mereka didakwa terkait pengadaan truk pengangkut personel dan kendaraan rescue (RCV) yang dilakukan pada 2014.
Menurut jaksa KPK, Richard Marpaung, yang berbicara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (14/11), perbuatan mereka ini termasuk dalam kategori korupsi yang berdiri sendiri, alias bukan hanya satu tindakan melainkan rangkaian tindakan melawan hukum.
Perbuatan tersebut terjadi antara Maret 2013 hingga 2014. Jaksa mengungkapkan, Max dan William terlibat dalam pengaturan lelang untuk proyek pengadaan tersebut, dengan tujuan memanipulasi harga. Hasilnya? Max mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2,5 miliar, sementara William meraup Rp 17,9 miliar.
Jaksa menjelaskan lebih lanjut bahwa mereka berdua, bersama Anjar, telah memanipulasi harga proyek pengadaan truk dan RCV dengan cara memberi markup hingga 15%. Rinciannya, 10% untuk dana yang disebut “Dana Komando” dan 5% untuk keuntungan perusahaan yang memenangkan lelang.
Pada 2013, ada dua dokumen yang ditandatangani oleh Rudy Hendri Satmoko, Direktur Sarpras Basarnas. Dokumen tersebut mencatat harga pengadaan truk angkut personel dan RCV dengan harga satuan yang sangat tinggi—misalnya truk personel seharga Rp 1,4 miliar per unit. Padahal, yang digunakan untuk pengadaan hanya Rp 32,5 miliar dari total pencairan Rp 42,5 miliar. Ada selisih yang cukup besar, sekitar Rp 10 miliar. Begitu juga dengan pengadaan RCV, ada selisih sekitar Rp 10,3 miliar.
Intinya, hasil dari markup dan penggelembungan anggaran ini, total kerugian negara mencapai Rp 20,4 miliar. Mereka sekarang didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seru, ya? Kalau kamu penasaran lebih lanjut, bisa baca artikel lengkapnya di Detik News.